Proses pencarian korban tertimbun longsor di eks galian C Argasunya, Kota Cirebon, Rabu, 18 Juni 2025. |
Cirebon -- Dua orang
penggali diduga tertimbun material longsor di eks galian C Kelurahan Argasunya,
Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Proses evakuasi dilakukan dan kedua korban
berhasil ditemukan tim SAR gabungan.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, longsor galian C
terjadi di Blok Rt 2 Rw 10 Kedung Jumbleng, Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti,
Rabu, 18 Juni 2025 sekitar pukul 07.30 WIB. Mistari, seorang saksi yang juga
tengah menunggu pengangkutan pasir dan batu di truk miliknya mengungkapkan
bahwa di titik yang longsor sebelumnya ada 4 orang yang tengah melakukan
penambangan. “Dua orang berhasil selamat, namun dua orang lainnya tidak bisa
menyelamatkan diri,” tutur Mistari. Hingga akhirnya kedua orang yang bernama
Rian dan Dani pun tertimpa dan terkubur material longsor.
Selain dua orang yang tertimbun, Mistari juga mengungkapkan ada satu truk yang juga ikut tertimbun. Truk tersebut digunakan korban untuk mengangkut material pasir dan batu yang baru ditambang. Salah satu korban yang tertimbun, Dani, merupakan anak Tari. “Galian C disini illegal. Kami sudah berkali-kali mengeluarkan imbauan untuk tidak lagi melakukan aktivitas penggalian,” tutur Asefudin.
Namun kepemilikan lahan, yang kebanyakan merupakan lahan pribadi ditambah tuntutan untuk hidup, membuat sejumlah orang di daerah mereka harus kembali melakukan penggalian secara diam-diam. “Dua korban yang masih tertimbun sehari-harinya kerja bangunan. Tapi kalau bangunan kosong, mereka kesini. Artinya kerja disini sambilan untuk menyambung hidup,” tutur Asefudin.
Dua Korban
Berhasil Ditemukan
Tim SAR akhirnya berhasil mengevakuasi 2 jenazah penambang yang tertimbun material material longsor. Korban pertama yang ditemukan atas nama Rian sekitar pukul 16.00 WIB. Sedangkan korban atas nama Dani ditemukan sekitar pukul 16.40 WIB. "Untuk sore ini pencarian sudah kita hentikan karena dua korban sudah ditemukan,," tutur Kapolres Cirebon Kota, AKBP Eko Iskandar. $atu korban lanjut Eko ditemukan dalam kondisi relatif utuh dan satu korban lagi dalam kondisi yang relatif hancur. "Keluarga korban menghendaki untuk segera dilakukan pemakaman," tutur Eko.
Dijelaskan Eko, pencarian korban yang tertimbun material longsor sebenarnya cukup beresiko mengingat kondisi tebing yang cukup curam dan material batu dan pasir bisa kembali longsor. Namun pihaknya terlebih dahulu melakukan assessment dan kemudian memutuskan untuk melakukan pencarian.
Menyinggung penambangan di galian C Argasunya ,Eko menegaskan bahwa penggalian di Argasunya merupakan kegiatan illegal dan sudah lama ditutup. "Kami sudah beberapa kali melakukan sosialisasi dan imbauan kepada masyarakat untuk tidak melakukan penambangan. Imbauan di antaranya kita lakukan pada 2 Juni 2025 kemarin dan selang 2 hari kemudian atau tanggal 4 Juni kita ketatkan lagi dengan memperbaiki tanda-tanda larangan termasuk memasang police line," tutur Eko. Namun ternyata masyarakat masih melakukan penambangan walaupun secara tradisional dan sembunyi-sembunyi.
Pembuatan parit akan dilakukan sehingga tidak ada lagi akses masuk kendaraan ke lokasi galian C. Namun Eko pun mengakui bahwa galian C di Argasunya tidak tidak hanya bisa diselesaikan dari segi hukum namun ada juga dampak sosialnya. Yaitu alih profesi bagi mereka yang selama ini bergantung menjadi penambang di galian C tersebut. "Nanti akan kita bicarakan bersama dengan forkopimda," tutur Eko.
Galian C di di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti resmi ditutup sejak 24 Februari 2005 lalu. Penutupan dilakukan dengan memasang portal ke akses masuk menuju lokasi penggalian. Ketua DPRD Kota Cirebon saat itu, Sunaryo, menjelaskan bahwa Pemkot Cirebon mengalami kerugian sedikitnya Rp 480 miliar setiap tahunnya dari penambangan illegal galian C di kelurahan Argasunya.
Hitungan ini berdasarkan asumsi kerugian yang mencapai Rp 60 miliar setiap sedangkan kerusakan lingkungan akibat galian C di kelurahan Argasunya telah mencapai sekitar 80 hektar. Kerusakan lingkungan akibat galian C di kelurahan Argusunya tersebut juga sudah tergolong parah sebab akibat galian dengan menggunakan peralatan berat yang meninggalkan lubang dengan kedalaman lebih dari 20 meter. Pemkot Cirebon saat itu hanya ditinggali tugas untuk memperbaiki kembali lingkungan akibat galian C padahal hasil dari galian C tersebut sendiri tidak pernah sepeserpun masuk ke kas daerah.
Saat itu, Pemkot Cirebon juga telah membuat program alih profesi untuk warga yang sehari-harinya menggantungkan hidup dari menggali. Namun alih profesi tersebut tidak berjalan lama, sehingga warga sekitar memilih untuk kembali menggali secara tradisional. (Ris)